Sesungguhnya
wanita dan laki-laki itu sama, Allah tidak pernah membedakan di antara
keduanya.
Seperti halnya di dalam hukum
syar’I, amal, pahala dan dosa. Allah
berfirman:
syar’I, amal, pahala dan dosa. Allah
berfirman:
من عمل سيئة فلا يجزى إلا مثلها ومن عمل صالحا من ذكر أو أنثى وهو مؤمن فأولئك يدخلون الجنة يرزقون فيها بغير حساب
40.
Barangsiapa mengerjakan perbuatan jahat, Maka Dia tidak akan dibalasi melainkan
sebanding dengan kejahatan itu. dan Barangsiapa mengerjakan amal yang saleh
baik laki-laki maupun perempuan sedang ia dalam Keadaan beriman, Maka mereka
akan masuk surga, mereka diberi rezki di dalamnya tanpa hisab.
Ayat di atas menjelaskan bahwa
siapapun yang melakukan keburukan akan dibalas sebanding dengan keburukan itu.
Sedangkan orang yang melakukan kebaikan, baik laki-laki ataupun perempuan dan
dia itu beriman maka mereka akan masuk surga, mereka diberi rezeki tak
terhingga.
Perhatikan ayat tersebut, tidak
ada syarat mendapatkan pahala setelah melakukan kebaikan kecuali iman.
Ditegaskan dengan menyebutkan laki-laki dan perempuan, ini menunjukan bahwa
tidak ada perbedaan di antara keduanya dalam hal ini.
Selain itu, Allah juga tidak
pernah membedakan antara laki-laki dan perempuan dalam hak dan kewajiban.
Seperti dalam hal waris, baik laki-laki
dan perempuan sama-sama mendapatkan waris. Hanya saja bagiannya yang berbeda.
Namun, di sinilah sisi keadilan Allah. Laki-laki mendapatkan bagian waris yang
lebih besar dibanding perempuan karena mereka juga memiliki tanggunjawab yaitu kewajiban
menafkahi istri dan anaknya. Sedangkan perempuan yang mendapatkan harta waris,
maka hartanya hanya untuk diriya sendiri. Jika tidak demikian, maka
laki-lakilah yang terdzalimi. Maka definisi adil dalam konteks ini adalah
memberikan sesuatu sesuai dengan porsi dan kebutuhannya.
Bagaimanakah perintah jihad untuk kaum wanita? Apakah Allah juga
memerintahkan wanita untuk berjihad?.
Laki-laki tentu diperintahkan
Allah untuk berjihad karena mereka memiliki kekuatan yang lebih dibanding
wanita. Selain itu, laki-laki cenderung lebih menggunakan logika dibanding
perasaan, berbeda dengan wanita. Inilah yang diperlukan dalam berjihad pada
masa Nabi Muhammad Saw dimana jihad diartikan sebagai perang, memerangi
orang-orang kafir yang memerangi orang
muslim. Maka jihad dengan berperang merupakan bentuk perlawanan atau pembelaan
terhadap orang kafir baik secara fisik, material, pikiran dan pendidikan.
Tidak ketinggalan, wanita pada zaman
Nabi juga ikut serta dalam medan perang. Tentu mereka memiliki peran penting.
Di antaranya: membawa para sahabat yang terluka ke tenda, mengobatinya,
memberinya minum, menjaga tenda di malam hari, memasak untuk para tentara, dan
sebagainya. Bahkan mereka ikut berperang membawa senjata. Dan Nabi muhmmad
ridha akan hal itu.
Tetapi apakah zaman sekarang
masih berlaku jihad dalam bentuk peperangan dengan membawa senjata? Jawabannya
tidak. Lalu apa bentuk jihad bagi kaum wanita sedangkan laki-laki saja sudah
tidak lagi berperang membawa senjata?.
Dalam lisânul ‘arab, kata jihâdun adalah mashdar dari jâhada
fiil mazid dari jahada yang
berarti kemampuan atau kesusah payahan. Ketika kata jahada berubah
menjadi jâhada, maka kata jâhada memiliki faedah mubalaghoh,
yang berarti mengerahkan segala kemampuan untuk mencapai suatu tujuan. Jadi
kita tahu bahwa jihad tidak identik dengan peperangan, bukan juga jihad ialah
sinonim qitaal (peperangan). Akan tetapi jihad memiliki arti yang luas yaitu
membela kebenaran dan mengajak pada kebenaran. Dari sini timbul pertanyaan, apa
contoh jihad zaman sekarang? Khususnya bagi kaum wanita.
Jika di atas kita sepakat bahwa jihad itu tidak diartikan sebagai
mengeluarkan segala kemampuan untuk berperang saja, akan tetapi mempunyai
padanan arti yang lebih luas, maka jihad wanita di era sekarang bisa berupa menjadi
ibu rumah tangga yang baik, mengandung anak selama sembilan bulan dengan cara
yang halal (pernikahan), mencari ilmu dan menjaga agama dari
penafsiran-penafsiran yang melenceng.
Dari sudut pandang ini, bisa diambil benang merahnya kalau jihad
untuk wanita bisa beragam, tidak hanya terbatas pada urusan peperangan saja
tapi luas pengandaiannya. Apalagi jika melihat realita saat ini, dunia secara
global mengalami perkembangan teknologi-informasi dan perubahan bangunan
sosial-masyarakat. Maka kalau hanya mempertahankan arti jihad sebagai perang
saja, maka Islam tidak membantu peran perempuan bisa setara laki-laki, tapi
justru mengukungnya pada pengetahuan lama: menjadi budak di rumahnya sendiri.
Agar kehormatan perempuan yang setara laki-laki seperti kutipan ayat
di atas bisa terjaga, maka perubahan makna jihad kepada arti asal-mulanya
tidaklah salah. Jihad yang mengemban makna mengerahkan segala usaha dalam
menjaga kebenaran, bisa digunakan untuk perempuan yang sedang belajar sungguh
dalam mencari ilmu. Apalagi ilmu agama, niatnya dalam menjaga keaslian agama
Islam dari penyelewangan teks oleh orang non-Islam dengan belajar serius, bisa
juga diartikan dengan berjihad. Maka artinya di sini, mencari ilmu bisa menjadi
salah satu cara jihad kaum perempuan era kekinian.
Selain daripada itu, Nabi juga mewajibkan muslim dan muslimat untuk
mencari ilmu sampai ke negeri cina; dari masa kecil hingga meninggal; dan
lain-lain. Landasan ini, menjadi pedoman penting untuk kita (kaum perempuan)
agar senantiasa bersungguh-sungguh mencari ilmu ke manapun berada. Tidak hanya
terbatas sebagai kewajiban negara dan formalitas, tapi juga untuk menjaga
keaslian dari ajaran agama.
Oleh karena itu, karena menuntut ilmu itu wajib bagi laki-laki dan
perempuan. Walaupun tidak disebutkan kata perempuan dalam hadis, namun kata
muslim itu sudah mencakup laki-laki dan perempuan. Maka perempuan berkewajiban
menuntut ilmu karena dengan menuntut ilmu, perempuan menjadi seorang wanita
yang berpengetahuan cukup sehingga bisa mendampingi suami dan membimbing
anak-anaknya untuk menjadi generasi yang saleh. Karena dengan generasi yang
saleh maka keutuhan agama juga bisa terjaga. Maka dari penjelasan ini, tidak
bisa dihindari dan memungkirinya, kalau peran wanita itu sangat penting dalam
melahirkan generasi penerus yang berkualitas. Kelak wanita akan menjadi ibu dan
menjadi sekolah pertama bagi anak-anaknya. al ummu madrasatul awlad idza
a’dadtaha a’dadta sya’ban thayyibal ‘iraq. Inilah yang dinamakan al
hadhanah fil fiqh, maka mendidik dan membimbing anak adalah peran penting bagi
wanita.
Oleh: Zakiyatul Fikriyah Rahman
Sign up here with your email
ConversionConversion EmoticonEmoticon