Sejarah Muncul & Pengaruh Aliran Islam Terhadap Pemalsuan Hadis[i]



Oleh: Syem Sudin [ii]
“Ilmu ini –hadis- adalah Agama, maka tengoklah dari siapa kamu mengambil –ilmu- Agama itu” Ibnu Sîrîn

Sebagaimana Allah Swt. telah menjaga al-Qur`an yang merupakan sumber pertama dalam penentuan syari`at Islam, begitu pula Allah Swt. Telah menjaga hadis yang merupkan sumber kedua dalam penetuan Syari`at islam. Penjagaan hadis adalah suatu kelaziman atas penjagaan al-Qur`an, karena hadis merupakan pengejawantahan atas apa yang ada dalam al-Qur`an, baik melalui takhshish `am, maupun menjelas partikel suatu ibadah yang global tersirat dalam al-Qur`an.

Telah maklum, bahwa semua yang bersumber dari Rasulullah Saw. Baik berupa ucapan, perbuatan,  dan ketetapannya adalah hal yang hak, terhindar dari kesalahan (ma`shum), wajib diikuti. Sebagaimana dijelaskan dalam  Qur`an Surat al-Mâidah:93, al-Najm:3, al-Hasyr:7, dan al-Ahzâb:21.

Allah menciptakan hukum Alam diatas muka bumi ini, yaitu setiap sesuatu pasti berpasang-pasangan. Setiap ada atas pasti ada bawah, setiap ada hak pasti ada batil, begitu pun ada orang yang mukmin hakiki da nada orang munafik. Hukum Alam ini ada bersamaan adanya Allah menciptakan Alam, sehingga ketika masa Rasul pun terdapat orang munafik dari kalangan Islam. Namun, di masa Rasul terdapat seorang sahabat yang diberi ilmu mengetahui orang munafik, yaitu Hudzaifah al Yamani. Sehingga setiap kabar yang datang dari para sahabat di masa Rasul masih bisa terlindungi dari kemunafikan yang bersumber dari tubuh umat islam itu sendiri. Setalah  Nabi Muhammad meninggal dunia (11 H.), umat islam dinahkodai oleh penerusnya dari kalangan sahabat, yaitu oleh Khulafâ Râsyidîn. Semua sahabat Nabi Muhammad memiliki kejujuran dan sifat adil yang telah tertanam kuat pada diri mereka, ini semua tak lain hasil didikan Madrasah Muhammadiyyah. Sebagaimana Allah Swt. Telah meridhai kepada para sahabat. “Sebagaimana orang-orang  yang terdahulu, lagi yang pertama (masuk Islam) di antara orang-orang muhajirin dan anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan merekapun ridha kepada Allah dan Allah menyediakan bagi mereka syurga-syurga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya,; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Itulah kemenangan yang besar.” (QS. At Taubah:100).

Hadis di masa sahabat terlindungi sebagaimana di masa Nabi Muhammad. Mereka merupakan komunitas masyarakat ideal yang telah di didik oleh Rasulullah Saw. Yang merupakan hasil bimbingan wahyu Allah. Sebagaimana dijelaskan oleh Barrâ bin `Âzib, “tidak semua dari kita mendengarkan langsung hadis dari Nabi Muhammad Saw., kami memiliki pekerjaan dan kesibukan –masing-masing-, akan tetapi semua manusia –sahabat- tidak pernah berbohong sehingga orang yang mendatangi Rasul menyampaikan kepada yang ghaib.”. Bahkan para sahabat di masa Rasulullah tidak mengenal apa itu bohong, karena mereka hidup dalam kejujuran yang telah ajarkan oleh Nabi Muhammad. Sebagimana yang telah diterangkan Anas, “Apakah kamu mendengar –hadis- ini dari Rasulullah?. Dia –Anas- menjawab, iya, demi Allah, kami tidak berbohong dan kami tidak mengetahui apa itu bohong.”. Dan mereka berpegang kuat dengan hadis Rasul. Dari Rib`î bin Haras, dia mendengar Ali bin Abi Thalib berkata, Rasulullah Saw. bersabda: “ Janganlah sekali-kali kalian berbohong atasku, barang siapa berbohong atasku maka dia akan masuk Neraka.”, dan masih banyak hadis yang senada, melarang dan mengancam kebohongan terhadap hadis Rasul.

1.  Kilas Balik Kisah Khulafâ Rasyidin Sebagai Awal Munculnya Aliran Dalam Islam

a.   Abu Bakar Sidik ( Rabiul Awwal, 11 H. – Jumadil Akhir, 13 H.)

Ketika Abu Bakar Sidik memimpin, kesibukannya memerangi penentang pajak dan orang-orang murtad setelah Nabi Muhammad meninggal dunia. Kepemimpinannya sukses untuk menyelesaikan masalah tersebut dalam kurun kurang lebih tiga tahun, bahkan dalam masa kepemimpinannya terjadi ekspansi Iraq dan Persi. Abu Bakar meninggal karena kerinduannya kepada Rasul.

b.   Umar bin Khotob ( Jumadil Akhir, 13 H.-Dzul Hijjah, 23 H.)

Umar bin Khothob melanjutkan  kepemimpinan Abu Bakar. Ekspansi terjadi besar-besaran ketika masa kepemimpinan Umar bin Khotob. Namun, hadis di masa Abu Bakar dan Umar masih selamat dari ulah orang munafik walau di masa Abu Bakar terdapat orang-orang yang murtad. Umar bin Khotob meninggal

c.    Usman bin Affan dan awal munculnya fitnah

Usman bin Affan ( Dzul Hijjah, 23 H.- Dzul Hijjah, 35 H.) menjadi khulafa rasyidin yang ke tiga menggantikan Umar. Ketika itu ada tiga calon khalifah, yaitu Ali bin Abi Thalib, Ustam ibn Affan, dan Abdurrahman bin Auf. Namun, Usman lah yang kemudian terpilih dan di baiat oleh Abdurrahman bin Auf, Ali bin Abi Thalib, sahabat dan para tabi`in.

Ketika islam sudah menyebar ke seluruh penjuru dunia, muncul lah orang Yahudi yang menyamar sebagai ulama, yaitu Abdullah bin Saba. Tepatnya tahun 34 H. dia menyebarkan fitnah di kalangan umat Islam. Dia menyerukan bahwa yang lebih berhak menjadi khalifah bukanlah Usman melainkan Ali bin Abi Thalib. Dia menyebarkan pemikiran ini kepada pemeluk Islam di Mesir, Bashrah, dan Kuffah. Orang-orang yang hatinya lemah menjadi sasaran empuknya. Pada tahun 35 H. tepat di musim haji, Abdullah bin Saba yang telah berpindah dari Shan`â ke Mesir berangkat ke Madinah untuk melaksanakan haji. Dia telah menyebarkan surat himbauan kepada pengikutnya di Mesir, bashrah, dan Kuffah untuk berangkat haji dan umrah di tahun itu. Setelah mereka sampai di Madinah, mereka kemudian menyebarkan fitnah hasil olahan Abdullah bin Saba. Mereka menuntut supaya Usman bin Affan turun dari jabatan kekhalifahan. Mereka mengepung dan menawan Usman bin Affan di kediamannya. Usman menyerukan umat islam untuk tidak berperang antar umat Islam, karena peperangan antar umat Islam hukumnya haram kecuali dalam tiga hal, kepada orang yang murtad dan membangkang, orang muhshon yang berzina, dan qishash.

Sekelompok pengikut Abdullah bin Saba mampu menerobos masuk ke rumah Usman, akhirnya terjadilah pembunuhan Usman yang dilakukan oleh antek-antek Saba, tepatnya pada hari Jum`at, 18 Dzul Hijjah 35 H. Ali bin Abi Thalib dan para sahabat lainnya tidak menyangka sampai  terjadi pembunuhan Usman. Ali dan sahabat lainnya berpegang kepada perintah pemimpin mereka, Usman bin Affan, untuk tidak mengangkat senjata terhadap sesame umat Islam.

d.   Ali bin Abi Thalib (Dzul Hijjah, 35 H.- Ramadhan, 40 H.)

Ketika Ali bin Abi Thalib menjadi khalifah, kelompok yang telah diracuni pemikirannya oleh Abdullah bin Saba tidak kunjung diam. Mereka disisipi pemikiran baru olehnya untuk menuntut qishash pembunuh Usman bin Affan.

Setelah perang shifin (38 H.) yang merupakan perang yang dikendalikan oleh Ali bin Abi Thalib untuk mengajak Muawiyyah bin Abi Shofyan untuk berada dalam tampu kekuasaan khilafah yang di ampu oleh Ali. Namun Muawwiyah menolaknya. Setelah itu terjadi tahkim, antara pendukung yang pro Ali dan yang kontra atas hasil tahkim. Sehingga dari sinilah mulai tumbuh benih kelompok khawarij dan syi`ah. Pada tahun 40 H. Ali bin Abi Thalib dibunuh oleh kelompok yang telah menetang kepemimpinannya. Sebagaimana dalam hadis Rasul, “…..Kamu akan dibunuh oleh kelompok pembangkang”. Benar adanya, karena yang membunuh Ali adalah kelompok yang menolak kepemimpinan Ali, sedangkan Ali adalah pemimpin yang sah saat itu, sehingga kelompok yang tidak mau mengikuti disebut pembangkang.

Ini sekelumit kilas balik perjalanan khulafâ rasyidin, dimana disana merupakan awal mula munculnya kelompok-kelompok yang akan selalu dinamis dalam ranah politik. Namun, dalam perjalanannya, mereka membawa ranah religious untuk benteng dan tameng politik mereka. Dari sini bisa di ambil titik temu, bahwa munculnya khawarij dan syi`ah merupakan awal mula munculnya pemalsuan hadis.

2.  Hadis Palsu (Maudlu`)

a.   Sejarah Singkat Munculnya Hadis Palsu

Setelah Nabi Muhammad wafat para sahabat berusaha keras untuk mendapatkan hadis Nabi. Usaha sahabat tidak hanya meminta kepada sahabat lain untuk membacakan hadis yang dia hafal, melainkan mereka mendatangkan saksi untuk menguatkan apa yang dibacakan oleh seorang sahabat, bahwa itu bersumber dari Rasulullah.

Pada masa khalifah Usman, kemudian dilanjutkan dengan kepemimpinan Ali bin Abi Thalib, disanalah mulai terjadi fitnah. Sebagaimana digambarkan oleh Ibnu Sîriîn (w.110 H.), Ibnu Sîrîn berkata, belum pernah para sahabat – semenjak Rasul sampai sebelum datangnya fitnah- bertanya tentang isnad. Namun ketika terjadi fitnah, para sahabat bertanya kepada yang lain untuk menyebutkan perawi hadisnya. Ketika perawinya ahlussunah maka hadisnya diterima, dan ketika perawinya adalah ahli bid`ah maka hadisnya tidak di ambil”.

Dari tahun 35- 40 H. merupakan benih munculnya aliran yang kemudian berpengaruh terhadap keaslian dan pemalsuan hadis. Dari sini lah kemudian ulama memperhatikan perawi hadis dalam suatu hadis (isnad). Diantara literature yang dimunculkan untuk berkhidmat terhadap sunah untuk menaggulangi pemalsuan hadis adalah adanya Ilmu Jarh wa ta`dil.

b.   Usaha Ulama Dalam Menghadapi Hadis Palsu

1.   Berusaha keras untuk memdalami perawi suatu hadis, diantaranya dengan cara membaca profil tiap rawi melalui literature Jarh wa Ta`dil, klasifikasi hadis seorang perawi dalam karya ulama, semisal kumpulan hadis dhaif karya Ibnu Hibban.
2.   Meneliti kevalidan suatu hadis  kepada perawinya dan kepada guru-gurunya.
3.   Membuat kaidah tentang pembagian hadis secara detail dan memberikan batasan-batasan untuk bisa membedakan antara hadis yang shahih, dha`îf, dan yang maudhu`.

c.    Diantara Sebab Pemalsuan Hadis

1.   Politik 

Politik merupakan bagian dalam kehidupan manusia, namun ketika suatu politik di nakhkodai oleh kepentingan-kepentinga individual atau kelompok, maka ke objektifitasan politik akan hilang.

Begitupun pergulatan politik masa Ali bin Abi Thalib yang di dukung oleh kelompok syi`ah dan Muawwiyyah yang kemudian di dukung oleh khawarij. Keduanya saling menyerang satu sama lain untuk menjatuhkan lawan dan mengangkat kelompoknya dengan berdalih hadis, yang mana hadis ini merupakan hadis palsu.
Ulama berpendapat, bahwa syi`ah bersumber dari Abdullah bin Saba, sebagaimana diketengahkan oleh Ibnu taimiyyah.

Syi`ah memalsukan hadis yang di nisbatkan kepada Rasul tentang keutaman Ali bin Abi Thalib, “Barang siapa yang tidak berkata Ali sebaik-baik manusia maka dia kafir”, hadis ini palsu karena di dalam perawinya ada Muhammad bin Katsir Kuffah, dia merupakan orang syi`ah yang di curigai memalsukan hadis.
Begitupun khawarij tak mau tinggal diam, mereka membuat hadis palsu yang berisi tentang keutamaan khulaf6a rasyidin dan Muawwiyyah kecuali Ali bin Abi Thalib.

2.   Fanatik Ekstrim

Begitupun yang terjadi pada syia`ah dan khawarij, keduanya terlalu fanatic terhadap salah satu kelompok. Sehingga, mereka berusaha mencari dan membuat sebuah dalil untuk memperkuat apa yang mereka ingin dan ikuti. Fanatik ini pun bersambung tangan hingga masa sekarang, kepada sekelompok orang yang terlalu fanatic terhadap Abu Hanifah. Sehingga mereka memalsukan hadis tentang keutamaan Abu Hanifah. Rasul bersabda: “ Akan ada dari umatku lelaki yang diberi nama Abu Hanifah, dia adalah penerang umatku.”. Ini merupakan contoh hadis palsu yang di buat oleh pengikut yang terlalu fanatic terhadap Abu Hanifah. Namun sumber dari fanatik adalah ketidak fahaman mereka terhadap agama.

3.  Beberapa Ciri-ciri Hadis Palsu

a.    Ditinjau dari perawinya
-       Perawi terkenal sebagai pembohong atas Rasulullah baik atas dasar testimoni orang yang semasa dengannya maupun pengakuannya sendiri.
-       Peawi yang meriwayatkan hadis dari guru yang tidak semasa atau semasa namun tidak pernah bertemu.
-       Perawi dikenal sebagai orang yang menganggap remeh dan menghalalalkan kebohongan, semisal yang terjadi pada kelompok syi`ah.

b.   Ditinjau dari matan hadisnya
-       Lafal dan makna yang gharib dan sulit.
-       Isi hadis kontradiktif dengan hal pasti dan logika sehat, sedangkan isi hadis itu tidak bisa di takwil-kan kedalam arti lain.
-       Isi hadis kontradiktif dengan Qur`an, hadis, ijma` dan tidak mampu di temukan antara keduanya.

4.  Jarh Wa Ta`dil dan Perannya

Ulama setelah melihat adanya pemalsuan hadis, maka mereka mencari solusi untuk bisa diketahui apakah hadis itu palsu atau asli. Kemudian ulama menemukan Ilmu Jarh wa Ta`dl yang merupakan kepanjangan dari seruan Allah Swt., Allah berfirman: “Wahai orang-orang yang beriman klarifikasilah ketika ada orang fasik datang membawa suatu berita..” (QS. Al Hujurât:6). Dan Ilmu ini merupakan bentuk khidmat ulama untuk melindungi hadis yang merupakan sumber kedua syari`at Islam.

Adapun Jarh wa ta`dil itu sendiri sudah ada semenjak masa Nabi Muhammad. Sebagaimana di kisahkan ketika Fatimah binti Qois di ceraikan oleh suaminya karena tidak mendapatkan nafakah, Fatimah melaporkan masalahnya kepada Rasulullah. Ketika Rasul tahu, bahwa suaminya tidak mampu untuk memberikan nafkah kepadanya kemudian rasul memerintahkannya untuk melaksanakan `iddah. Stelah `iddah-nya selesai, Fatimah bercerita kepada Rasulullah bahwa Abu Jahm dan Muawwiyyah bermaksud menikahinya. Rasul berkata, Abu jahm itu tak mampu meletakan tongkatnya diatas bahunya, sedangkan Muawwiyah itu orangnya kurus dan tidak punya harta, maka nikahilah Usamah. Kemudian Fatimah menikahi Usamah. ini merupakan sedikit contoh akan adanya Jarh wa Ta`dil di masa Rasulullah.

Adapun Jarh wa Ta`dil itu sendiri berfungsi untuk mengetahui pendapat ulama akan kualitas dan kredebilitas seorang perawi, sehingga suatu hadis bisa dinyatakan shahih, hasan, dhaif, dan maudhu`. Dengan ilmu ini, kepalsuan hadis bisa diketahui jika ditinjau dari segi sanad, walau masih banyak kriteria lain yang bisa menyatakan hadis itu dinyatakan palsu.

Pemalsuan hadis tidak terjadi di masa Nabi Muhammad. Sahabat Nabi tidak terbesit sedikitpun tentang pemalsuan hadis, bahkan mereka tidak mengetahui apa itu bohong. Namun semenjak masuknya orang zindiq yang fasik,, orang Yahudi, Abdullah bin Saba. Ke kalangan umat Islam dengan membawa pemikiran akan ketidak layakan Usman sebagai khlaifah terus digencarkan hingga Usman terbunuh dan disusul dengan terbunuhnya Ali bin Abi Thalib.

Mulai dari masa itu lah muncul aliran  dalam tubuh umat Islam, yaitu syi`ah dah khawarij. Untuk melancarkan tujuan-tujuan mereka kemudian tidak sedikit mereka memalsukan hadis Nabi. Namun Allah tidak meninggalkan hadis yang merupakan sumber kedua syari`at islam sebagaimana Allah telah menjaga al-Qur`an. Allah memberikan ilmu terhadap sahabat dan generasi seterusnya berdasar atas didikan yang telah diajarkan Rasul. Maka muncullah literature keilmuan dalam bidang hadis semisal Jarh wa ta`dil, buku masalah hadis dhoif, maudhu` dan lain sebagainya.

Usaha ulama sampai sekarang merupakan implementasi Allah atas janji-Nya untuk melindungi wahyu-Nya. Dan kebatilan pasti ada, namun kebenaran juga tidak akan pernah tinggal diam hingga hari akhir datang.

Ø   Referensi

-       Anggota Kajian dan Pembelajaran Islam, al Mausû`ah fi al Târikh al Islamiyyah, Kairo, Muassasah Iqro li Nasyr wa Tauzi`, 2005.
-       Abu Imarah, Dr. Mushtafa Muhammad, al Tahqiq wa al Idhoh Limasaila Min Ulum al Istilah, Kairo, Cet. IV, 20114.
-       Muhammad, Dr. Ridho Zakaria,  al Irsyâd Ila Kaifiyat Dirâsah al Isnâd, Kairo, Cet. III, 2010.
-       Kumpulan Ulama Azhar, Shahih Muslim, Kairo, Maknaz.
-       Kumpulan Ulama Azhar, Shahih Bukhori,  Kairo, Maknaz.
-       Kumpulan Ulama Azhar, al Muqadimah Mausu`at al hadis al Syarif, Kairo, Maknaz.
-       Suyuthi, Jalaluddin,Tadrib Rawi fi Syarh Taqrib An Nawawi, Kairo, Darul Hadis.
-       Abdul Baqi, Muhamad Fuad, al Mu`jam al Mufahras, kairo, Darul Hadis.
-       Al Asqolani, Ibnu Hajar, Syarh An Nukhbat , Kairo ,Darul Bashoir.




[i]Makalah di presentasikan pada kajian dwimingguan Forum Al-Hikmah Mesir, 19 Oktober 2012
[ii] .  Mahasiswa fak. Ushuludin, Jur. Hadis, tingkat akhir









Previous
Next Post »