Jum’at
pagi, stasiun Metro Ghamrah terlihat sedikit lengang, tak banyak orang Mesir
keluar masuk stasiun. Selain masih pagi, mungkin karena hari ini adalah hari Jum’at,
libur sekali dalam sepekan ini biasanya mereka habiskan bersama keluarga di
rumah. Dari Ghamrah, aku akan menuju kawasan Kairo lama, orang Mesir
menyebutnya Kairo Koptik. Di kawasan Kairo lama inilah, Islam pertama kali
mencatat sejarahnya sebagai penakluk Mesir, yang membawa bumi Kinanah ini
mengenal Islam, dan membawanya kepada peradaban yang tidak akan pernah
dilupakan oleh umat manusia manapun di dunia.
Aku
menaiki salah satu sarana transportasi terkenal di Mesir, Metro. Aku memilihnya
karena selain murah, kereta api bawah tanah ini juga sangat cepat. Tak
heran jika banyak orang Mesir yang memilihnya daripada angkutan umum
yang lain. Tujuanku adalah stasiun Mar Girgis (Saint George Halte). Untuk
sampai kesana, aku harus melewati tujuh stasiun, Syuhada, Orabi, Nasser, Sadat,
Zaghloul, Sayyeda Zainab, El Malik El Shaleh, dan baru sampai di stasiun Mar
Girgis.
Menaiki
Metro, bukan berarti nyaman. Bencana terbesar menaiki metro adalah saat
musim panas dan siang hari. Ketika musim panas, siapa pun yang menaiki metro
siang hari harus mempersiapkan diri dengan serius, karena ketika Metro penuh
sesak. Mau tidak mau harus berdiri berdesakan dengan orang Mesir, bau keringat
khas pegawai bangunan, aroma kecut baju tukang bengkel yang tidak dicuci
berminggu-minggu, dan nafas pekerja konstruksi apartemen cukup ampuh untuk
mengeluarkan kembali sarapan pagi yang sudah diolah di dalam perut.
Tidak
sampai lima belas menit, aku sudah turun di stasiun Mar Girgis. Begitu keluar
halte, aku melihat deretan bangunan kuno yang menakjubkan;
Gereja Gantung, Benteng Babylon, Gereja Saint George, Sinagog Bein Ezra, Gereja
Maria, dan musium Koptik berdiri megah nan kokoh. Aku melihat banyak turis manca
negara berlalu lalang di sekelilingnya. Mereka dipandu oleh seorang guide
yang menerangkan bangunan tersebut. Turis-turis yang berasal dari Amerika, Jerman,
Spanyol, Inggris, India, Jepang, dan Cina itu begitu antusias, terlihat decak
kagum yang luar biasa yang tergambar di wajah mereka ketika melihat
bangunan-bangunan tua yang bisa diraba sampai sekarang ini.
Bangunan
yang menarik perhatianku adalah gereja Saint George, gereja raksasa ini masih
utuh berdiri selama berabad-abad, disematkan kepada seorang martyr keristen
tersohor, George. Sejarah mencatat dia sebagai syahid kaum kristiani. Pengorbanan
yang dilakukannya demi menjaga keimanannya terhadap agama Kristen
Ortodoks membuat namanya harum di berbagai belahan dunia. Gambarnya yang sedang
menaiki kuda banyak terdapat dalam bangunan-bangunan penting negara di dunia,
sosoknya terdapat dalam seragam tentara negara Georgia, gereja ortodok dan
sebuah biara Bulgaria, gerbang sekolah besar di Jerman, gereja di Turbingen,
dan tercetak dalam beberapa artefak kuno di Inggris, Rusia,
dan Yunani. Harus ada cerita tersendiri untuk menceritakan kesyahidan santo
agung ini.
Berjalan
ke arah kiri, aku melihat masjid yang menjadi tujuan
historis-spiritualku, masjid yang oleh sejarawan abad pertengahan
disebut sebagai mahkota segala mesjid (crown of the mosques) ini terlihat megah
dan besar dari luar. Nama masjid pertama di Afrika ini dinamakan Jami’ ‘Amr, masjid Amru bin Ash.
Crown of The Mosques
Mesjid
raksasa ini dibangun oleh salah satu sahabat kebanggaan Islam, Amru bin Ash
pada tahun 642 Masehi, berada di pusat kota pertama yang dibangun oleh tentara
Islam Fustat. Sejarah mencatat penaklukan epik yang dipimpin oleh Amru bin Ash
ini berhasil membuat Mesir jatuh ketangan Islam, setelah beberapa pertempuran
maha dahsyat dengan Romawi, Islam meletakkan pondasi pertamanya dengan
membangun mesjid ini.
Mesjid
ini awalnya dibangun sangat sederhana sekali, jauh dari bentuknya yang
sekarang. Awal pembangunan, mesjid ini hanya memiliki panjang 29 meter dan
lebar 17 meter, sangat sederhana. Dibangun dengan beratapkan daun kurma dan
tiangnya terbuat dari batang pohon palem. Dindingnya hanya terbuat dari lumpur
kasar dan bebatuan sederhana. Sebagaimana bentuk mesjid permulaan Islam, masjid
Amru ini tidak memiliki banyak penambahan, tidak ada menara, tidak ada halaman
terbuka, mabkhara,
masyrobiyya, apalagi ukiran-ukiran rumit sebagaimana terdapat di
mesjid-masjid dinasti Mamluk. Karena merupakan pertama kali dibangun di daratan
Afrika, masjid ini diberi julukan oleh sejarawan sebagai mahkota segala masjid
(crown of the mosques).
Masjid
sederhana ini awalnya tidak bermihrab cekung sebagaimana masjid
sekarang, lantainya kasar dan tidak merata. Penambahan menara dan perluasan baru
digalakkan oleh dinasti dinasti islam setelahnya. Pada tahun 672 M, khalifah
Islam di Damaskus, Mu’awiyah bin Sufyan memerintahkan gubernurnya di mesir
Maslamah bin Mukhallad untuk membangun empat menara sebagaimana terdapat di Damaskus.
Pada tahun 712 M, khalifah Bani Umayyah keenam, al Walid bin Abdul Malik
memerintah Qurah bin Syarik, gubernurnya di Mesir untuk membuat cekungan pada
mihrab kiblat, sesuai dengan masjid Umar bin Abdul Aziz. Tahun 827, khalifah
Abbasiyah ternama, al Mamun memerintah walinya di Mesir, Abdullah bin Thaher untuk memperluas masjid bagian barat, sehingga ukurannya
menjadi 112
x 120 meter. Pada masa Fatimiyah, menara ditambah menjadi
lima, tetapi hilang semuanya. Menara yang ada sekarang adalah hasil pembangunan
yang dilakukan oleh salah satu pemimpin Mamluk akhir, Murad Bey pada tahun 1800 M.
Pada
tahun 1169 M, ketika kota Fustat dibakar habis oleh Shawar, menteri dinasti
Fatimiyah akhir kala itu, kota dan masjid hangus terbakar, dan dibangun kembali
oleh pasukan Saladin pada tahun 1179 M.
Ketika
masjid hancur oleh gempa bumi tahun 1303 M, amir Mamluk, Salar, kembali
membangunnya, sampai kepada restorasi besar-besaran yang dilakukan oleh Murad Bey
dan dilanjutkan oleh Muhammad Ali, dan Abbas Helmi II sampai bentuknya menjadi
seperti sekarang ini. hingga saat ini, bentuk original masjid ini hampir tidak
bisa dilihat, tetapi suasana masjid ini tetap menggambarkan kedahsyatan
penaklukan Islam kala itu, penaklukan ini melibatkan beberapa sahabat kebangaan
Islam sekaliber Zubair bin Awwam, Miqdad bin Aswad, Ubadah bin Shamit, Kharija bin
Khudzafa, dan panglima perang senior ahli strategi, Amru bin Ash.
Masjid
megah pertama ini sampai sekarang menjadi ikon kota Kairo lama, dikunjungi
banyak turis mancanegara, bahan penelitian sejarah, dan tempat ibadah yang
ramai. Mahkota segala mesjid ini menjadi pijakan awal kami dalam mendalami
sejarah kejayaan Islam di Mesir. Kami menyelami sejarah bagaimana peperangan dan
penaklukan yang dilalui umat Islam kala itu, mengambil pelajaran dari sikap
para sahabat dalam memperlakukan orang yang menjadi musuhnya, dan menjadikannya
rujukan berparadigma dalam menyikapi seperti apa sebenarnya Islam ini.
Terimakasih
kepada sahabat Amru bin Ash. Kami bangga mempunyai komandan sekaliber anda,
sikap anda yang mengembalikan anak perempuan cyrus (Muqouqus), Ermenousa,
kepada ayahnya ketika kalah di Beilbis, menunjukkan anda sebagai penakluk yang
berakhlak, bermoral, dan beretika.
Jum’at
spiritual ini kami jadikan pijakan awal dalam cara pandang kami, bahwa Islam
tidak berwajah garang, teror, dan menakutkan. Islam sebagaimana dibentuk dari
awal sebagai agama rahmatan
lil’alamin, tergambar jelas pada sejarah komandan militer kebanggaan
Islam ini, tidak ada pertumpahan darah terhadap penduduk Mesir yang tidak
bersalah,tidak ada paksaan dalam beragama, dan tidak ada pemaksaan ideologi bagi
non-muslim. Sampai sekarang, Mesir adalah salah satu negara yang menjadi contoh
toleransi beragama, ingin sekali menerapkannya di nusantara. Ketika beberapa
dogma yang menghalalkan darah sesama muslim sendiri, menghalalkan pembunuhan
terhadap kelompok yang berbeda, dan menghancurkan gereja-gereja, kami
bertanya-tanya, sebernarnya seperti apa sejarah yang dibaca, dan panutan
seperti siapakah yang dijadikan tumpuan dalam beragama. Ah, kami pun bersama
sama merenungkannya di masjid ini. entah jawaban seperti apa, kami berharap dengan
mengetahui sejarah, umat Islam bisa menjadi lebih baik dalam memahami misi
sebenarnya dari agama yang mulia ini.
![]() |
Ade Gumilar Irfanullah |
Sign up here with your email
ConversionConversion EmoticonEmoticon