Sebuah permasalahan yang dibingungkan
oleh banyak orang terkait apa saja ketentuan-ketentuan yang diberlakukan di
dalamnya, padahal selalu dijumpai di hampir setiap waktu dan setiap tempat,
khususnya zaman sekarang. Wajar, sejak dahulu sampai sekarang terjadi perbedaan
pendapat dalam hukumnya di kalangan para ahli ilmu, yaitu hukum menyanyikan
lagu, bermain musik dan mendengarkan keduanya.
Cukup sengit perbedaan pendapat yang
ada dalam permasalahan ini. Wajar, ini adalah permasalahan furu’iyah
sekaligus bukan termasuk diantara yang ma’lum min al-din bi al-dharurah.
Sehingga, tidak berhak bagi kita untuk mengingkari keberadaan pendapat lain
dengan dalil-dalilnya, karena yang berhak diingkari adalah yang menyalahi
sesuatu yang telah menjadi kesepakatan, La yunkaru al-mukhtalaf fih wainnama
yunkaru al-muttafaq ‘alayh.
Demi kejelasan, kita perlu memperjelas
terlebih dahulu arti lagu dan musik sebelum masuk ke pembahasan hukum, karena al-hukmu
‘ala syaiin far’un ‘an tashawwurihi. Walaupun sebetulnya aneh, lagu dan
musik, siapa yang tidak tahu artinya? Akan tetapi agar lebih sreg,
sedikit kita sampaikan bahwa lagu, berdasarkan KBBI, adalah 1 ragam suara yang
berirama; 2 nyanyian. Sedangkan musik adalah 1 ilmu atau seni menyusun nada
atau suara dl urutan, kombinasi, dan hubungan temporal untuk menghasilkan
komposisi (suara) yang mempunyai kesatuan dan kesinambungan; 2 nada atau suara
yang disusun demikian rupa sehingga mengandung irama, lagu, dan keharmonisan. Dan
makna dari kedua kata ini yang telah kita fahami dan dijelaskan maksudnya dalam
KBBI, tidaklah berbeda dari makna yang dimaksudkan oleh para ulama saat
membahas keduanya.
Kemudian, dalam berbicara masalah
hukum bernyanyi dan mendengarkan lagu atau nyanyian, kita perlu memisahkan pembicaraan
menjadi 2 kondisi; nyanyian yang dibarengi alat musik dan nyanyian tanpa alat musik.
Nyanyian tanpa alat musik, sebagian
ulama mengatakan keharamannya walaupun isinya tidak bertentangan dengan ajaran
Islam, yang kemudian oleh Syeikh Ali Jum’ah dikatakan dalam “Al-Bayan lima
Yasyghalu Al-Adzhan” bahwa dalil mereka tidak kuat. Beliau menegaskan bahwa
nyanyian tanpa alat musik, selama kata-katanya tidak ada yang bertentangan
dengan ajaran syariat maka tidak mengapa, boleh kita mendendangkan dan mendengarkannya.
Bahkan, jika isinya tidak lain adalah pujian-pujian bagi Allah Swt. dan
RasulNya Saw. atau semisalnya, maka itu justru dianjurkan. Ingat, ini yang
tanpa alat musik.
Akan tetapi, perlu diketahui bahwa dalam
beberapa kondisi, seluruh ulama sepakat akan kebolehannya, yaitu dalam
momen-momen bahagia seperti; hari raya, hari pernikahan, walimah, aqiqah, bayi
lahir, atau menyambut kedatangan seseorang yang ditunggu. Itu pun jika yang
bernyanyi bukan perempuan di hadapan para ajanib, juga yang dengan
nyanyian tersebut tidak terjadi ikhtilath antara laki-laki dan perempuan
yang bukan mahram. Di sinilah salah satu titik kesepakatan para ulama dalam
permasalahan ini.
Selain itu, mereka juga sepakat bahwa
lagu atau nyanyian yang berisi kata-kata keji, kefasikan, cabul, pemompa gairah
bermaksiat, atau yang semacamnya, itu semua haram, haram mendendangkan dan
mendengarkannya.
Inilah 2 hal yang menjadi mahall
al-Ittifaq dalam permasalahan ini, yang dengan mengetahuinya maka semakin
jelas dan teraturlah pembicaraan kita. Kemudian, diantara yang diperselisihkan
hukumnya dalam masalah ini adalah: (1) nyanyian yang berisi hal-hal yang tidak
bertentangan dengan aturan Syariat, tanpa dibarengi musik, dan di selain
momen-momen bahagia yang dilegalkan dalam Syariat, dan (2) nyanyian yang
dibarengi musik.
Dalam permasalahan yang pertama,
Syekh Ali Jum’ah sebagaimana dalam “Al-Bayan” dan Syekh Yusuf
Al-Qaradhawi sebagaimana dalam “Fiqh Al-Ghina wa Al-Musiqa”, keduanya sepakat
mengatakan bahwa hal itu boleh. Karena, lagu adalah kata-kata, sehingga masuk
dalam hukum umum dalam perkataan, yang baik diperbolehkan dan yang tidak maka
tidak. Selain juga karena fitrah manusia menganggap baik nyanyian yang baik dan
indah. Bukankah bayi yang belum tahu hukum nyanyian bisa terdiam dari tangisnya
saat mendengarnya?
Akan tetapi sebagian lain mengatakan
tidak boleh, imma karena mereka memutlakkan keharaman nyanyian, mendendangkan
dan mendengarkannya, baik dengan musik maupun tidak, atau membolehkan nyanyian
tanpa musik, tapi hanya dalam momen tertentu saja, yaitu momen bahagia yang
dilegalkan dalam Syariat.
Sedangkan musik itu sendiri, para
ulama pun berbeda pendapat dalam boleh atau tidaknya memainkan dan
mendengarkannya. Sekali lagi, ini termasuk masalah khilafiyah, maka La
yunkar. Terlebih, sebagaimana disampaikan Syekh Ali Jum’ah, tidak ada
satupun teks shahih sekaligus sharih baik dari Al-Quran maupun
Hadits yang mengatakan keharamannya. Seandainya ada ayat atau hadits yang
secara sharih menyebutkan bahwa bermain dan mendengarkan musik itu
haram, maka tentunya tidak akan terjadi perbedaan pendapat sesengit ini, yang
membuat puluhan ulama kita mengifrad karya mereka dalam masalah ini.
Akan tetapi, dengan kenyataaan ini, bukan berarti kemudian kita boleh
serampangan bermain musik tanpa aturan dengan dalih ada ulama yang membolehkan
bermain dan mendengarkannya.
Dalam permasalahan yang kedua ini, yaitu
nyanyian yang dibarengi dengan musik, sebagian mengharamkannya dan menghadirkan
berbagai dalil dari Al-Quran, Hadits, Ijma’, sekaligus disertakan juga
kaedah-kaedah ushuliyah dan perkataan para ulama salaf dari kalangan shahabat,
tabiin, dan atba’ tabiin, maupun khalaf dalam keharaman musik dan lagu, yang
jika semuanya dibahas secara detail, maka akan menjadi berjilid-jilid kitab.
Sedangkan Al-Imam Al-Ghazali dalam
permasalahan kedua ini, beliau termasuk yang mengatakan kebolehannya, akan
tetapi tidak boleh terlalu banyak. Beliau katakan bahwa musik bisa menjadi obat
saat hati letih, dan tidak diperkenankan memakai obat terlalu banyak. Kemudian
dalam masalah alat-alat musik, ada hal yang harus kita perhatikan dan kita
cermati dengan seksama dari perkataan beliau. Beliau berkata : “Alat musik,
jika termasuk syiarnnya para ahli maksiat atau penyanyi, yaitu : 1. Mazamir
(Clarinet, seruling, dsb) 2. Autar (Gitar), dan 3. Thabl Kubah
(Drum, Gendang, dsb), maka ketiga jenis ini dilarang. Sedangkan yang bukan,
maka tetap pada hukum asalnya, yaitu boleh.”
Begitulah para ulama kita, yang mana
tidak berbeda pendapat kecuali memang karena setiap dari mereka melihat bahwa
pendapat masing-masing lebih kuat berdasarkan dalil yang ada.
Dan kami akhiri pembahasan ini dengan
apa yang dinukil dari sang Sulthan al-Ulama Al-‘Izz Ibn ‘Abd Al-Salam
bahwa beliau berkata: “Cara supaya hati menjadi baik bisa juga dengan
faktor-faktor eksternal, yaitu; 1. dengan Al-Quran, ini adalah golongan terbaik
diantara para pecinta lagu, 2. dengan ceramah dan nasehat, 3. dengan huda
(arti asal حداء adalah nyanyian
untuk onta agar semangat) atau nasyid, 4. dengan nyanyian yang dibarengi dengan
musik yang diperselisihkan hukumnya seperti seruling, yang jika si pendengar
alat musik ini termasuk yang membolehkannya, maka dia telah berbuat bagus
karena mendengarkan sesuatu yang bisa merubah kondisinya semakin baik, dan sekaligus
telah meninggalkan sifat wirai karena mendengarkan sesuatu yang diperselisihkan
kebolehannya.
Itulah seklumit pembicaraan tentang
nyanyian dan musik, yang baru kami tuliskan dari 2 sumber utama, “Al-Bayan
lima yasyghalu al-adzhan ” karya Syekh Ali Jum’ah masalah Ghina dan Musiqa,
“Fiqh Al-Ghina wa Al-Musiqa fi dhau al-Quran wa al-Sunnah” karya Syekh
Yusuf Al-Qaradhawi, yang tidak bisa disampaikan di sini dalil masing-masing dari
mereka setiap yang berpendapat. Dan bagi yang ingin mengetahui permasalahan ini
lebih dalam, maka silahkan rujuk ke kitab-kitab berikut yang disampaikan Syeikh
Al-Qaradhawi dalam akhir kitabnya:
(1)الرخصة في السماع لابن قتيبة (2) كف الرعاع عن محرمات اللهو والسماع لابن
حجر الهيتمي (3)الإمتاع بأحكام السماع للأدفُعي الشافعي (4) رسالة في تحقيق مسألة السماع لمحمد بن إبراهيم بن جماعة (5) بوارق الإلماع في تكفير من يحرم مطلق السماع
لأبي الفتوح الغزالي(6) إبطال دعوى الإجماع على تحريم مطلق السماع
للشوكاني (7) إيضاح الدلالات في سماع
الآلات لعبد الغني النابلسي (8) تشنيف الأسماع ببعض أسرار السماع لمصطفى
العيدروس (9) نزهة الأسماع في مسألة السماع لابن رجب الحنبلي (10) مواهب الإرب المبرأة من الجرب في السماع وآلات الطرب لجعفر بن إدريس
الكتاني (11)رسالة الرخصة في الغناء والطرب بشرطه للحافظ الذهبي (12) رسالة في ذم الشبّابة والرقص والسماع لأبي
عبدالله بن قدامة المقدسي (13) كشف الغطاء عن حكم سماع
الغناء لابن قيم الجوزية (14) فرح
الأسماع برخص السماع لأبي المواهب التونسي (15) الكفاية والغناء في أحكام الغناء للدراج
البستي (16) إحياء علوم الدين لأبي
حامد الغزالي في كتاب السماع من ربع العادات (17)
إغاثة اللهفان من
مصايد الشيطان لان القيم (18) الإسلام والفنون الجميلة للدكتور محمد عمارة (19) تحريم آلات اللهو والطرب للألباني (20) فقه الغناء والموسيقى للدكتور يوسف القرضاوي
Wallahu A’lam..
Oleh: Agung Saputro
Sign up here with your email
ConversionConversion EmoticonEmoticon